I.
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN
Tumor
medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya
dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau
akar-akar saraf. (Price, 1995 : 1036). Medula spinalis tidak hanya menderita
akibat pertumbuhan tumornya saja tapi juga akibat kompresi yang disebabkan oleh
tumor. (Price, 2006 : 1190)
1.2 KLASIFIKASI
a. Klasifikasi
tumor berdasarkan asal dan sifat selnya
(http://www.scribd.com/doc/16796799/Refrat-Tumor-Medula-Spinalis)
1. Tumor
medula spinalis primer
Tumor medula spinalis primer dapat
bersifat jinak maupun ganas.
Tumor primer yang bersifat ganas
contohnya astrositoma, neuroblastoma dan kordoma sedangkan yang bersifat jinak
contonhya neurinoma, glioma dan ependimona (neoplasma yang timbul pada kanalis
sentralis medula spinalis).
2. Tumor
medula spinalis sekunder
Tumor medula spinalis sekunder selalu
bersifat ganas karena merupakan metastatis dari proses keganasan di tempat lain
seperti kanker paru-paru, kanker payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar
tiroid atau limfoma.
b. Klasifikasi
tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dura dan medula spinalis (Price, 2006 :
1190)
1. Tumor
ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal
dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruang ekstradural.
Tumor ekstradural terutama merupakan
metastasis dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan
lambung. (Price, 2006 : 1192)
2. Tumor
intardural
Tumor intradural dibagi menjadi :
a. Tumor
ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis.
Tumor ini biasanya neurofibroma atau
meningioma (tumor pada meningen). Neurofibroma berasal dari radiks saraf
dorsal. Kadang-kadang neurofibroma tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas
kedalam ruang ekstradural. Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan
sarkomatosa dan menjadi infasis atau bermetastasis. Meningioma pada umunya
melekat tidak begitu erat pada dura, kemungkinan berasal dari membran araknoid,
dan sekitar 90% dijumpai di regio toraksika. Tumor ini lebih sering terjadi
pada wanita usia separuh baya. Tempat tersering tumor ini adalah sisi
posterolateral medula spinalis. Lesi medula spinalis ektramedular menyebabkan
kompresi medula spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena. (Price,
2006 : 1193)
b. Tumor
Intramedular
Tumor intramedular
berasal dari medulla spinalis itu sendiri.
Struktur histologi tumor intramedular
pada dasarnya sama dengan tumor intrakranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah
glioma. Berbeda dengan tumor intrakranial, tumor intra medular cenderung lebih
jinak secara histologis. Sekitar 50% dari tumor intramedular adalah ependimoma,
45% persenya adalah atrositoma dan sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi pada semua tingkat medula spinalis
tetapi paling sering pada konus medularis kauda ekuina. Tumor-tumor
intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medula spinalis dan merusak
serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia grisea. (Price,
2006 : 1193)
Gambar
2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular, dan
(C) Tumor Ekstradural
Sumber:
http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg
Kompresi
medula spinalis pada berbagai tingkat :
a. Tumor
foramen magnum
Sebagian
besar merupakan meningioma. Dan berasal dari dura taut kranioservikalis.
Gejala awal dan tersering adalah
1.
Nyeri servikalis posterior (nyeri sub
oksipital).
2.
kelemahan
sensoris dan motoris berupa hiperestesia dalam dermatom
vertebra servikalis (C2) akibat kompresi
pada akar syaraf.
3.
Gejala tambahan gangguan sensorik dan
motorik pada tangan. Gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia,
nistagmus (osilisasi mata yang cepat saat memandang atau melihat suatu daerah
atau benda), kesulitan bernapas, mual muntah serta artrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. (Price, 2006 : 1191)
b. Tumor
daerah servikal (Price, 2006 : 1191)
Lesi daerah servikal menimbulkan
tanda-tanda sensorik dan motorik.
1. Lesi
servikalis bagian atas disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior
melalui arteria spinalis anterior sehingga kelemahan dan atrofi gelang bahu dan
lengan.
2. Tumor
servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ektremitas atas (biseps brakioradialis, trisep).
3. Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada
kompresi C6, melibatkan jari tengah dan
jari telunjuk pada lesi C7 menyebabkan
hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
c. Tumor
daerah thorakal
Pada lesi daerah thorakal seringkali
terjadi kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah
dan mengalami parestesia. Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan
tertekan pada dada serta abdomen akibat gangguan intrathorakal dan
intraabdominal. Pada lesi thorakal bagian bawah refleks perut bagian bawah dan
tanda beevor (umbilikus menonjol apabila
penderita pada posis terlentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat
menghilang. (Price, 2006 : 1191)
d. Tumor
di daerah lumbosakral (Price, 2006 : 1992)
Kompresi medula spinalis lumbal bagian
atas menyebabkan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah.
1. Lesi
pada lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum betis dan kaki serta kehilngan refkleks
pergelangan kaki.
2. Hilangnya
sensasi daerah perianal dan genitalia, gangguan kontrol usus dan kandung kemih
merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah.
e. Tumor
kauda equina
Lesi kauda ekuina menyebabkan
gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda – tanda khas lainnya adalah
nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai.
(Price, 2006 : 1192)
1.3 ETIOLOGI
a. Tumor
Medula Spinalis Primer
Penyebab tumor medula spinalis primer
sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin
dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, faktor genetik,
dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
b. Tumor
Medula Spinalis Sekunder
Adapun tumor sekunder (metastasis)
disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui
aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada
jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di
daerah tersebut.
1.4 PATOFISIOLOGI
Tumor
medulla spinalis baik primer maupun sekunder menyebabkan kompresi medulla
spinalis, akar-akar syaraf serta kandungan intracranial, sehingga terjadi
kelemahan sensoris maupun motoris tergantung pada letak lesi.
Tanda dan
gejala lesi akar syaraf :
a. Lesi
pada daerah servikal menyebabkan kelemahan dan atrofi lengan bahu,
kelemahan
sensoris dan motoris berupa hiperestesia dalam dermatom
vertebra servikalis (C2).
Tumor pada servikal (C5, C6, C7)
menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas, kompresi C6 menyebabkan
defisit sensorik, pada C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari
tengah
b. Lesi
pada daerah thorakal menyebabkan kelemahan spastik pada ekstremitas bagian bawah dan parestesia serta menyebabkan nyeri
pada dada dan abdomen
c. Lesi
pada lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum betis dan kaki serta kehilngan refkleks
pergelangan kaki serta hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia,
gangguan kontrol usus dan kandung kemih akibat lesi pada sakral bagian bawah
d. Lesi
kauda ekuina menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda –
tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai (Price, 2006 : 1192)
1.5 MANIFESTASI
KLINIS
a. Tumor
Ekstradural (Price, 2006 : 1192)
1. Gejala
pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan
terbatas pada daerah tumor. Diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut
pola dermatom.
2. Nyeri
setempat ini paling hebat terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh
gerakan tulang belakang.
3. Nyeri
radikuler diperberat oleh batuk dan mengejan.
4. Nyeri
dapat berlangsung selama beberapa hari atau bulan sebelum keterlibatan medula
spinalis.
5. Fungsi
medula spinalis akan hilang sama sekali.
6. Kelemahan
spastik dan hilangnya sensasi getar.
7. Parestesi
dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang
ireverssibel.
8. Gangguan
BAB dan BAK.
b. Tumor
Intradural
1. Tumor
Ekstramedular (Price, 2006 : 1193)
-
Nyeri mula-mula di punggung dan kemudian
disepanjang radiks spinal.
-
Nyeri diperberat oleh gerakan, batuk, bersin
atau mengedan dan paling berat terjadi pada malam hari.
-
Defisit sensorik
-
Parestesia
-
Ataksia
-
Jika tumor terletak anterior dapat
menyebabkan defisit sensorik ringan serta gangguan motorik yang hebat.
2. Tumor
Intramedular (Price, 2006 : 1193)
-
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu
bilateral yang meluas diseluruh segmen yang terkena, yang pada giliranya
menyebabkan kerusakan pada kulit perifer.
-
Bila lesinya besar terjadi sensasi raba,
gerak, posisi dan getar.
-
Defisit sensasi nyeri dan suhu.
-
Kelemahan yang disertai atrofi dan
fasikulasi
-
Nyeri tumpul, impotensi pada pria dan
gangguan spinter pada kedua jenis kelamin.
1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin pada tumor
medula spinalis antara lain:
a.
Paraplegia
Merupakan paralisis ekstremitas bawah, biasanya
mencakup kandung kemih dan rektum. (Hinchliff, 1999 : 324)
b.
Quadriplegia
Merupakan paralisis keseluruhan pada empat anggota
gerak. (Hinchliff, 1999 : 432)
c.
Infeksi saluran kemih
d.
Kerusakan jaringan lunak
e.
Komplikasi pernapasan
Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:
Ø Deformitas pada
tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding
orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan
kompresi medula spinalis.
Ø Setelah
pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen
Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
1.7 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Tumor
Ekstradural (Price, 2006 : 1193)
1. Radiogram
tulang belakang
Sebagian besar penderita tumor akan
memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan korpus
vertebrae.
2. Mielogram
Untuk memastikan letak tumor.
3. CT-Scan
Resolusi Tinggi.
4. CSF
memperlihatkan kadar protein yang meningkat dan kadar glukosa yang normal.
b. Tumor
Intradural
1. Tumor
Ekstramedular (Price, 2006 : 1193)
-
CSF memperlihatkan kadar protein yang
meningkat.
-
Radiografi spinal
Memperlihatkan pembesaran foramen dan
penipisan pedikulus yang berdekatan.
-
Mielogram.
-
CT-Scan
-
MRI
2. Tumor
Intramedular (Price, 2006 : 1194)
-
Radiogram
Memperlihatkan
pelebaran canalis vertebralis dan erosi pedikulus.
-
Mielogram, CT-Scan atau MRI
memperlihatkan pembesaran medula spinalis.
1.8 PENATALAKSANAAN
a. Tumor
Ekstradural (Price, 2006 : 1193)
-
Analgetik
-
Kortikosteroid
-
Terapi radiasi
-
Kemoterapi
-
Terapi hormonal
b. Tumor
Intradural (Price, 2006 : 1194)
-
Pembedahan
-
Pengangkatan tumor intramedular terutama
pada ependimoma dan hemangioblastoma
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Umur
Tumor medula spinalis dapat terjadi pada
semua kelompok usia tetapi jarang dijumpai sebelum usia 10 tahun. (Price, 2006
: 1190)
b. Jenis
Kelamin
Meningioma lebih sering terjadi pada
wanita usia separuh baya. (Price, 2006 : 1193)
c. Pekerjaan
Pekerjaan yang berhubungan langsung
terhadap paparan bahan kimia yang bersifat.
2. KELUHAN
UTAMA
Nyeri hebat pada malam hari dan ketika
tulang belakang digerakan serta pada saat istirahat baring.
3. RIWAYAT
PENYAKIT SEKARANG
Awal dirasakan nyeri hebat pada malam
hari dan saat berubah posisi serta keluhan-keluhan lain seperti kelemahan
ekstremitas, mual muntah, kesulitan bernapas serta cara penanganannya.
4. RIWAYAT
PENYAKIT DAHULU
a. Riwayat
tumor baik yang ganas maupun jinak pada sistem syaraf atau pada organ lain
b. Keluhan
yang pernah dirasakan misalnya : pusing, nyeri, gangguan dalam berbicara,
kesulitan dalam menelan, kelemahan ekstremitas.
5. RIWAYAT
PENYAKIT KELUARGA
Riwayat tumor atau kanker dalam keluarga
6. RIWAYAT
PSIKOSOSIOSPIRITUAL
Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
7. PEMENUHAN
KEBUTUHAN (ADL)
a. Nutrisi
Terjadi ketidakmampuan untuk menelan,
mual muntah, serta kesulitan bernapas dapat menyebabkan intake makanan yang
tidak adekuat sehingga dapat terjadi penurunan berat badan.
b. Aktivitas
Istirahat tidur
1. Aktivitas
Kelemahan ekstremitas, nyeri pada
punggung dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
2. Istirahat
tidur
Gangguan istirahat tidur dapat terjadi
akibat nyeri yang hebat pada malam hari serta saat berbaring dan karena cemas.
c. Hygiene
personal
Terjadi peningkatan kebutuhan akan
bantuan orang lain dalam pemenuhan hygiene personal akibat adanya kelemahan
ekstremitas, penurunan tingkat kesadaran serta nyeri.
d. Eliminasi
Terjadi gangguan BAB dan BAK
8. PEMERIKSAAN
FISIK
B1 (Breathing)
Ø Irama
pernapasan tidak teratur
Ø Takipnea
Ø Dispnea
Ø Kesulitan
bernapas
Ø Pergerakan
dada asimetris
B2 (Blood)
Ø Bradikardi
Ø Hipotensi
Ø Sianosis
B3 (Brain)
Ø Penurunan
kesadaran
Ø Nyeri
pada vertebra thorakalis, vertebra servikal, vertebra lumbalis
Ø Defisit
sensorik
B4 (Bladder)
Ø Distensi
kandung kemih
Ø Nyeri
tekan pada kandung kemih
B5 (Bowel)
Ø Berat
badan menurun
Ø Nyeri
abdomen
B6 (Bone)
Ø Penurunan
skala otot
Ø Kelemahan
fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah
Ø Kehilangan
refleks lutut dan refleks pergelangan kaki
Ø Atrofi
otot betis dan kaki
9. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Radiogram
tulang belakang
b. Mielogram
c. CT-Scan
Resolusi Tinggi
d. Pemeriksaan
CSF
e. MRI
f. Analisa
Gas Darah
2.2 DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
2. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
4. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi akibat tumor
5. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan sering
terbangun akibat nyeri
6. Resiko
cedera berhubungan dengan perubahan fungsi sensori
7. Gangguan
eliminasi urine (inkotenensia urine) berhubungan dengan gangguan pada saraf
8. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
9. Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan /hopitalisasi
2.3
INTERVENSI
1.
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
Tujuan
: Pasien memperlihatkan frekuensi napas yang efektif dan mengalami pertukaran gas pada paru dengan
kriteria hasil :
Ø RR
: 16-20 x/menit
Ø Nadi
: 60 – 100 x/menit
Ø Nadi
teraba kuat dan reguler
Ø Retraksi
dada ringan
Ø Tidak
menggunakan otot bantu pernapasan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Jelaskan pada pasien tentang penyebab dan cara
mengatasi ketidakefektifan pola napas
2.
Pertahankan jalan napas: posisi kepala dalam
posisi netral, tinggikan sedikit kepala tempat tidur jika dapat ditoleransi
pasien
3.
Ubah posisi atau balik secara teratur,hindari atau
batasi posisi telungkup
4.
Bantu pasien untuk mengontrol pernapasan jika
diperlukan. ajarkan dan anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam
5.
Pantau atau batasi pengunjung jika diperlukan
6.
Observasi fungsi pernapasan dengan
menginstruksikan pasien melakukan napas dalam
7.
Observasi warna kulit adanya sianosis, keabu-abuan
8.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan Analisa
Gas Darah (AGD) dan oksimetri
9.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
kanul atau masker
|
1.
Meningkatkan sikap kooperatif dari pasien
2.
Memudahkan fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi, meningkatkan ekspansi
paru
3.
meningkatkan ventilasi semua bagian paru
4.
bernapas mungkin bukan hanya aktivitas volunter
tetapi membutuhkan usaha secara sadar
tergantung pada lokasi trauma yang berhubungan dengan otot pernapasan
5.
Kelemahan secar umum dan gangguan pernapasan
membuat resiko tinggi bagi pasien mendapatkan infeksi saluran pernapasan atas
6.
Trauma pada C1-C2
menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara menyeluruh
7.
menggambarkan akan terjadinya gagal napas yang
memerlukan intervensi medis dengan segera
8.
menyatakan ventilasi atau oksigenasi.
mengidentifikasi masalah pernapasan
9.
Meningkatkan kadar oksigen dalan tubuh
|
2. Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
Tujuan
: Pasien menunjukkan gangguan perfusi jaringan
perifer teratasi dengan kriteria hasil :
Ø Akral hangat
Ø Perfusi baik
Ø CRT < 2 detik
Ø Tidak cianosis
Ø Nadi teratur
Ø Nadi
:60- 100x/mnt
Intervensi
|
Rasional
|
Tindakan
Mandiri
1. Jelaskan
pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Pertahankan
ekstermitas dalam posisi tergantung
3. Ukur
haluaran urine dan catat berat jenisnya
4. Observasi
warna dan membran mukosa kulit
Tindakan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian cairan (IV/per oral)
2. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian oksigen sesuai indikasi
|
1. Meningkatkan
sikap kooperatif dari pasien
2. Menurunkan
statis vena di kaki dan pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan
resiko pembentukkan trombus
3. Syok
lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal
4. Kulit
pucat atau sianosis, kuku, membran bibir/lidah yang menunjukkan vasokontriksi
perifer atau gangguan aliran darah sistemik
1. Peningkatan
cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas darah atau mendukung
volume sirkulasi/perfusi jaringan
2. Meningkatkan
kadar oksigen dalam tubuh
|
3.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah
Tujuan
: Pasien mengalami pemenuhan nutrisi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam dengan kriteria hasil:
Ø Nafsu
makan meningkat
Ø Dapat
menghabiskan makanan sesuai dengan porsinya
Ø Berat
badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Jelaskan
kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
2. Berikan
makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
3. Mulailah
untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
4. Awasi
asupan dan haluaran setiap 2 jam.
Tindakan Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv atau makanan melalui selang
|
1.
Meningkatkan sikap kooperatif dari pasien
2.
Mempertahankan asupan cairan yang adekuat
3.
Penurunan berat badan menunjukkan adanya dehidrasi
4.
Merupakan pengukuran yang baik terhadap
keseimbangan cairan tubuh
1.
Meningkatkan cairan dalam tubuh
|
4.Nyeri berhubungan dengan inflamasi
akibat tumor
Tujuan
: pasien mengungkapkan rasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ...x 24 jam dengan kriteria hasil :
Ø TD
: 120/80 mmHg
Ø Nadi
: 60-100x/menit
Ø RR
: 16-20x/menit
Ø VAS
: 0-1
Ø Ekspresi
wajah pasien tampak tenang
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Jelaskan kepada pasien tentang penyebab nyeri
2.
Berikan tindakan kenyamanan seperti perubahan
posisi,masase, kompres hangat/ dingin sesuai indiakasi
3.
Dorong penggunaan teknik relaksasi seperti naps
dalam dan berikan aktivitas hiburan
seperti televisi/radio
4.
Observasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot,
gelisah dan perubahan TTV yang tak dapat dijelaskan
5.
Kolaborasi dengan dokter dalm pemberian analgesik
|
1.
Meningkatkan kan sikap kooperatif dari pasien
2.
Tindakan alternatif mengontrol nyeri
3.
Memfokuskan kembali perhatian.meningkatkan rasa
kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping
4.
Petunjuk nonverbal dari nyeri yang memerlukan intervensi medis dengan
segera
5.
Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme atau nyeri
otot
|
5.Gangguan
pola tidur berhubungan dengan sering
terbangun akibat nyeri
Tujuan
: Pasien tidak mengalami gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam dengan
kriteria hasil :
Ø Mudah
tertidur
Ø Tidak
letih saat bangun
Ø Tidak
ada gangguan Pola Tidur
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Jelaskan
tindakan yang akan kita lakukan kepada pasien.
|
Agar
pasien mengetahui dan mengerti tindakan yang dilakukan oleh perawat
|
Berikan
lingkungan yang nyaman bagi pasien untuk meningkatkan tidur atau istirahat
(seperti mematikan lampu, memberikan ventilasi ruangan yang adekuat,
memberikan suhu yang sesuai dan menghindari kebisingan)
|
Hambatan
kortikal pada vormasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan
respons otomatik, oleh karenanya respons kardiovaskuler terhadap suara
meningkat selama tidur.
|
Buat
jadwal pengkajian atau intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama (
seperti memeriksa tanda-tanda vital, dan merubah posisi pasien pada waktu
yang sama).
|
Gangguan
tidur sering terjadi dan dapat menggangu pemulihan sehubungan dengan gangguan
psikologis dan fisiologis. Irama sirkandian pasien sering terganggu oleh
terjadinya gangguan tersebut.
|
Kurangi
asupan cairan sebelum waktu tidur tiba
|
Agar
pasien tidak terbangun pada malam hari untuk berkemih karena itu dapat
mengganggu istirahat tidur pasien
|
Hindari
kafein selama 4 jam sebelum tidur
|
Karena
kafein mengandung suatu zat yang merangsang sistem saraf pusat pada manusia
yang dapat mengusir rasa ngantuk, sehingga pasien sulit tidur
|
Kurangi
kebisingan
|
Agar
pada saat beristirahat pasien tidak merasa terganggu
|
Evaluasi
efek obat-obatan yang pasien dapatkan ( seperti steroid, diuretic) yang
mungkin menggangu tidur
|
Derangement
psikis dapat terjadi bila terdapat penggunaan kortiko steroid termaksud
perubahan mood, insomnia.
|
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgesik
|
Analgesik
mempengaruhi transmisi dan persepsi nyeri di SSP
|
6.
Resiko cedera berhubungan dengan
perubahan fungsi sensori
Tujuan
: Pasien tidak mengalami cedera setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
... x 24 jam dengan kriteria hasil
Ø Pasien
tidak mengalami cedera
Ø Pasien mampu menjelaskan cara/metode mencegah terjadinya cedera
Intervensi
|
Rasional
|
Tindakan Mandiri
1. Jelaskan pada pasien tentang kondisinya dan
tindakan yang akan dilakukan.
2. Beri pengaman di sekitar tempat tidur pasien
3. Dampingi pasien (perawat berada di samping
pasien)
|
1.
Penjelasan
akan meningkatkan pengetahuan pasien sehinnga pasien akan kooperatif
2.
Pengaman
disekitar tempat tidur mencegah pasien jatuh
3.
Perawat dapat mengantisipasi
hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya cedera
|
7.
Gangguan eliminasi urine (inkotenensia
urine) berhubungan dengan gangguan pada saraf
Tujuan
: Pasien mampu mengontrol pengeluaran urine dengan kriteria hasil:
Ø Klien
akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
Ø Tidak
ada distensi kandung kemih
Intevensi
|
Rasional
|
1.
Ajarkan teknik untuk mencetuskan
refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik).
2.
Berikan penjelasan tentang
pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada
kontraindikasi)
3.
Bila masih terjadi inkontinensia,
kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
4.
Observasi pola berkemih pasien
|
1.
Melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
2.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal
3.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
4.
Indikasi perkembangan pasien
|
8.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular
Tujuan
: Pasien tidak mengalami kerusakan mobilitas fisik setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ...x 24 jam dengan kriteria hasil :
Ø Ekstremitas
tidak tampak lemah
Ø Klien
dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri
Ø Skala
otot baik
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
MANDIRI
1.
Observasi secara teratur fungsi motorik (jika
timbul keadaan syok spinaledema yang berubah) dengan menginstruksikan pasien
untuk melakukan gerakan seperti mengangkat bahu, memregangkan jari-jari,
menggenggam tangan pemeriksa atau
melepas genggaman pemeriksa.
2.
Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta
pertolongan, seperti bel atau lampu pemanggil.
3.
Bantu/lakukan latihan rom pada semua ekstremitas
dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada
paha secara teratur (periodik).
4.
Letakan tangan dalam posisi (melipat) kedalam
menuju pusaran 90 drajat dengan teratur.
5.
Pertahankan sendi pada 90 drajat terhadap papan
kaki, sepatu dengan hak yang tinggi dan sebagainya, gunakan rol trokhanter
dibawah bokong selamaberbaring ditempat tidur.
6.
Buat rencana aktivitas untuk pasien sehingga
pasien dapat beristirahat tanpa terganggu. Anjurkan pasien untuk berperan
serta dalam aktivitas sesuai dengan kemampuan.
7.
Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam
keadaan duduk.
8.
Observasi rasa nyeri, kemerahan, bengkak,
ketegangan otot jari.
|
1.
Mengevaluasi keadaan secara khusus (gangguan
sensorik-motorik dapat bermacam-macam dan atau tak jelas. Pada beberapa
lokasi trauma mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
2.
Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur
dan mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
3.
Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot
dan mobilisasi sendi, meningkatkan mobilisasi dan mencegah kontraktur dan
atrofi otot.
4.
Mencegah kontraktur pada daerah bahu.
5.
Mencegah footdroop dan rotasi eksternal pada paha.
6.
Mencegah kelelahan, memberikan kesempatan untuk
berperan serta/melakukan upaya yang maksimal.
7.
Mengurangi tekanan pada salah satu area dan
meningkatkan sirkulasi perifer.
8.
Banyak sekali pasien dengan trauma saraf servikal
mengalami pembentukan trombus karena gangguan sirkulasi perifer, immobilisasi
dan kelumpuhan flaksid
|
KOLABORASI
9.
Tempatkan pasien pada tempat tidur kinetik jika
diperlukan.
10.
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/terapi kerja
dari tim rehabilitasi.
11.
Berikal relaks otot sesuai kebutuhan dan diazepam
(Valium); balkopen (Lioresal) ; kantrolen (Dantrium).
|
9.
Immobilisasi yang efektif dan kolumna spinal dapat
menstabilkan kolumna spinal dan meningkatkan sirkulasi sistemik, yang dapat
mengurangi komplikasi karena immobilisasi.
10.
Membantu dalam merencanakan dan melaksanakan
latihan secara individual dan mengidentifikasikan/mengembangkan alat-alat
bantu untuk mempertahankan fungsi, mobilisasi dan kemandirian pasien.
11.
Berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan spastisitas.
|
9.
Ansietas berhubungan dengan perubahan
dalam status kesehatan /hopitalisasi
Tujuan
: Pasien menyatakan peningkatan
kenyamanan psikologis dan fisiologis setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... x 24 jam dengan kriteria hasil
Ø Pasien
mendiskusikan rasa takut
Ø Pasien
mengungkapkan pengetahuan tentang situasi
Ø Pasien
tampak rileks
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Jelaskan hubungan antara proses penyakit dan
gejalanya
2.
Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur
sebelum dilakukan
3.
Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan takutnya
4.
Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan
berikan informasi tentang prognosa penyakit
5.
Berikan dukungan terhadap perencanaan gaya hidup
yang nyata setelah saikt dalm keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan
kemampuan pasien
6.
Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan,
perencanaan kehidupan sehari-hari
7.
Berikan petunjuk mengenai sumber-sumber penyokong
yang ada seperti keluarga, konselor profesional
8.
Observasi status mental dan tingkat ansietas dari
pasien
|
1.
Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut
karen ketidaktahuan dan dapat membantu menurunkan ansietas
2.
Dapat meringankan ansietas
3.
Mengungkap rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan
4.
Penting untuk menciptakan kepercayaan, informasi
yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga
5.
meningkatkan perasaan akan keberhasilan dalam penyembuhan
6.
Meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan
meningkatkan kemandirian
7.
Memberikan jaminan bahwa yang diperlukan adlah
penting untuk meningkatkan mekanisme kooping pasien
8.
Gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi
ekspresi rasa takut
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar